Ciamis Update. Pemkab Ciamis kini tengah memformulasikan strategi dalam pengembangan pembangunan perekonomian daerah. Dalam strategi tersebut terdapat empat isu strategis yang dibidik, yakni pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan destinasi wisata, pengembangan kawasan industri dan pengembangan investasi.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ciamis, Drs. Ika Darmaiswara, didampingi Kabid Perekonomian dan Sumber Daya Alam Bappeda Kabupaten Ciamis, drh. Nugrahawati, MP, mengatakan, dipilihnya empat isu strategis tersebut merujuk serta menjabarkan amanat yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Ciamis. Dalam RPJMD diamanatkan bahwa pemanfaatan dan pengembangan potensi ekonomi daerah harus sesuai dengan sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Ciamis.
“Makanya, pengembangan pembangunan ekonomi yang kami bidik lebih kepada potensi lokal yang sudah ada serta berkembang di Kabupaten Ciamis. Artinya, dalam strateginya kita tinggal memoles saja, agar potensi-potensi lokal tersebut dapat berkembang pesat hingga berdampak terhadap peningkatan perekonomian masyarakat,” ujarnya, kepada Koran HR, Senin (18/12/2017).
Berdasarkan keputusan Bupati Ciamis no 31 Tahun 2012 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Agropolitan Kabupaten Ciamis, lanjut Nugrahawati, ditetapkan 5 kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan. 5 kecamatan tersebut adalah Cihaurbeuti, Panumbangan, Sukamantri, Panjalu dan Lumbung.
“Untuk Kecamatan Cihaurbeuti pengembangan agropolitan yang dikembangkan, yakni peningkatan produksi beras dan kehutanan. Kecamatan Panumbangan fokus pada peningkatan pertanian jagung. Pengembangan di Kecamatan Sukamantri membidik pada peningkatan serta pengolahan hasil pertanian cabe rawit serta perkebunan teh dan kopi. Pengembangan di Kecamatan Panjalu pada usaha peternakan. Sementara di Kecamatan Lumbung fokus pada pengembangan usaha perikanan,” terangnya.
Saat digelar Fokus Grup Diskusi (FGD) Kabupaten Ciamis dalam membahas empat isu strategis pengembangan pembangunan perekonomian, kata Nugrahawati, muncul usulan penetapan kecamatan yang masuk dalam kawasan agropolitan agar ditinjau kembali untuk dilakukan perubahan. Hal itu menyusul keputusan Pansus DPRD Ciamis yang merekomendasikan agar kawasan hutan produksi yang berada di kaki Gunung Sawal atau tepatnya di wilayah Kecamatan Cihaurbeuti dan Panumbangan untuk dialihfungsikan menjadi hutan konservasi.
“Setelah hal itu mengemuka dalam FGD, kemudian muncul usulan dari beberapa element masyarakat agar kawasan agropolitan dalam pengembangan pertanian dan kehutanan diubah dari Kecamatan Cihaurbeuti dan Panumbangan ke Kacamatan Kawali dan Kecamatan Jatinegara. Mereka beralasan apabila kawasan hutan produksi di Gunung Sawal dialihfungsikan menjadi hutan konservasi, akan mengganggu program agropolitan yang sudah dicanangkan,” ujarnya.
Namun begitu, kata Nugrahawati, banyak juga element masyarakat yang tidak setuju dengan usulan tersebut. Menurutnya, kalau pun Kecamatan Kawali dan Kecamatan Jatinagara layak dikembangkan menjadi kawasan agropolitan, tidak perlu mengubah Kecamatan Cihaurbeuti dan Panumbangan yang sebelumnya sudah ditetapkan. Tetapi, tinggal ditambah saja jumlah kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan.
“Jadi, kalaupun kawasan hutan produksi di Gunung Sawal dialihfungsikan menjadi kawasan konservasi, tidak harus menghentikan program agropolitan di dua kecamatan tersebut. Karena konsep agropolitan juga bisa disinergikan dengan konsep hutan konservasi. Sementara konsep agropolitan yang tidak sinergi dengan program konservasi, bisa dipindahkan ke wilayah kecamatan lain. Artinya, tidak ada kecamatan yang dihapus dari kawasan agropolitan, tetapi lebih baik jumlah kecamatannya ditambah,” ujarnya.
Sementara dalam pengembangan destinasi wisata, Nugrahawati mengatakan, pihaknya kini tengah membidik beberapa objek wisata untuk dikembangkan menjadi destinasi unggulan. Hal itu mengingat setelah wilayah Pangandaran menjadi daerah otonom baru, Kabupaten Ciamis belum memiliki lagi destinasi wisata unggulan atau menjadi icon parawisata yang dikenal secara luas.
Dengan begitu, kata Nugrahawati, menciptakan objek wisata berkualitas dalam rangka pengembangan destinasi wisata unggulan merupakan skala prioritas. Sebelumnya, kata dia, pihaknya bersama tim konsultan sudah melakukan kajian dari sisi potensi ekonomis terkait kelayakan beberapa objek wisata di Kabupaten Ciamis yang layak dikembangkan menjadi destinasi unggulan.
“Dari hasil kajian tersebut, ada beberapa objek wisata yang dinyatakan layak, salah satunya objek wisata Situ Wangi di Kecamatan Kawali. Dan kami bersama Dinas Parawisata tinggal membuat strategi dalam pengembangannya,” ujarnya.
Menurut Nugrahawati, dalam pengembangan destinasi wisata, tak hanya dari sisi kelayakan saja yang dibahas, tetapi soal komitmen dengan pemerintahan desa setempat pun harus dibuat sebuah kesepakatan. Pasalnya, kata dia, ada beberapa objek wisata dalam pengelolaannya yang masih dikuasai oleh pemerintahan desa.
“Artinya, kalau mau dikelola oleh Pemkab Ciamis, harus ada pelepasan pengelolaan dari pemerintah desa. Kalau mau dilepas, oke kita ambilalih dan kemudian dibuat strategi pengembangannya. Jadi, soal kesepakatan dengan pemerintah desa harus dibuat dari awal. Hal itu agar tidak menjadi permasalahan saat pengembangan objek wisata sudah berjalan. Seperti objek wisata Situ Wangi, misalnya, pemerintah desa-nya sudah bersedia untuk melepas dan diambilalih pengelolaannya oleh Pemkab Ciamis,” terangnya.
Sedangkan dalam pengembangan kawasan industri, Nugrahawati mengatakan, pihaknya kini tengah membuat konsep sentra industri. Selama ini, kata dia, Ciamis belum memiliki kawasan yang ditetapkan sebagai sentra industri. Padahal, menurutnya, di Kabupaten Ciamis banyak produk-produk industri dari usaha kecil dan menengah yang eksistensi dan popularitasnya sudah dikenal hingga ke luar daerah.
“Seperti contoh saja produk industri makanan. Ciamis memiliki produk tahu bulat yang pasarnya sudah merambah ke berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, ada juga industri makanan ringan di Cikoneng dan industri makanan khas tradisional seperti sale dan ranginang produk Ciamis yang sudah terkenal ke berbagai daerah,” ujarnya.
“Kebetulan juga produk-produk makanan tersebut pabriknya berada di sebuah kawasan suatu daerah. Kalau dibuat kawasan sentra industri UKM, misalnya, tentu akan lebih menggeliat dan memberi dampak ekonomi terhadap kemajuan usaha-usaha tersebut,” katanya.
Untuk penetapan sentra industri di Kabupaten Ciamis, kata dia, lebih baik membidik usaha-usaha yang sudah ada dan berjalan sejak lama. Hal itu agar dalam pembentukannya tinggal mengkoordinasikan dan tidak perlu menciptakan usaha-usaha baru saat mendirikan sentra industri.
“Dalam konsep kami, usaha tahu bulat dan makanan ringan cocok untuk dibuat kawasan sentra industri. Selain dua usaha itu sudah berjalan sejak lama dan produknya sudah dikenal ke berbagai daerah, juga pabriknya berada di suata daerah yang saling berdekatan,”
“Seperti makanan ringan kan pabriknya banyak berdiri di Kecamatan Cikoneng. Sementara pabrik tahu bulat banyak berdiri di Kecamatan Baregbeg dan Cipaku. Jadi, kalau dibuat sentra industri makanan ringan di Cikoneng, misalnya, tinggal mengkoordinasikan saja dan membuat konsep yang bagus dalam pengembangannya,” terangnya.
Nugrahawati menjelaskan, setelah konsep dan strategi pengembangan agropolitan, pengembangan destinasi wisata dan pengembangan industri sudah disepakati, kemudian langkah selanjutnya memasukan strategi pengembangan investasi ke dalam tiga konsep tersebut. “Jadi, bidikan pengembangan investasinya harus pada tiga konsep tadi, yakni agropolitan, destinasi wisata dan industri,” terangnya.
Yang dibutuhkan dari pengembangan investasi, lanjut Nugrahawati, yakni dalam hal suntikan permodalan serta jaringan pemasaran guna mendorong tiga potensi tersebut lebih menggeliat. Seperti contoh, pada konsep agropolitan di Sukamantri yang mengembangkan potensi pertanian dan perkebunan. Dalam konsep tersebut, tidak hanya meningkatkan hasil pertanian cabe, kopi dan teh saja, tetapi harus juga membuat konsep pengolahan hasil pertanian menjadi sebuah produk.
“Seperti pengolahan cabe menjadi produk saus bawang, misalnya, bisa diciptakan di Sukamantri. Untuk mendorong hal itu bisa terwujud, tak hanya peran pemerintah daerah saja, tetapi harus masuk juga investor untuk menyokong permodalan dan membantu pemasaran produknya,” ujarnya.
Contoh lainnya, kata Nugrahawati, pada pengembangan industri. Apabila sudah dibuat sentra industri tahu bulat dan sentra industri makanan ringan di Kabupaten Ciamis, tambah dia, bisa memudahkan investor datang untuk ikut bekerjasama menanamkan modal dan membantu jaringan pemasarannya.
“Kalau sudah dibuat sentra industri tentu akan mudah untuk mengkoordinasikannya. Misalkan, investor butuh kepastian pasokan produk untuk perbulannya, kalau sudah tersentra dalam satu koordinasi, bisa meminta target pemenuhan produk kepada masing-masing pemilik UKM-nya. Dengan begitu, usaha saling menguntungkan bisa tercipta antara pemilik UKM dengan investor,” terangnya.
Dalam pengembangan destinasi wisata pun, kata Nugrahawati, perlu sokongan investor. Karena, menurutnya, apabila belajar dari kabupaten/kota lain, banyak objek wisata yang dikerjasamakan dengan pihak swasta dalam pengelolaannya berhasil.
“Karena dalam pengembangan objek wisata yang berkualitas butuh dana yang tidak sedikit, terutama dalam pembangunan infrastrukturnya. Kalau dananya mengandalkan APBD, tentu tidak akan mampu. Maka dalam hal ini perlu adanya kerjasama dengan pihak swasta, terutama butuh dalam sokongan dana,” ujarnya.
Nugrawati mengatakan, dengan terarahnya perencanaan dalam pengembangan pembangunan perekonomian di Kabupaten Ciamis, diharapkan dalam pelaksanaannya dapat terealisasi dengan baik dan dampak perubahan ekonominya bisa terasa oleh masyarakat. (Harapan Rakyat)
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ciamis, Drs. Ika Darmaiswara, didampingi Kabid Perekonomian dan Sumber Daya Alam Bappeda Kabupaten Ciamis, drh. Nugrahawati, MP, mengatakan, dipilihnya empat isu strategis tersebut merujuk serta menjabarkan amanat yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Ciamis. Dalam RPJMD diamanatkan bahwa pemanfaatan dan pengembangan potensi ekonomi daerah harus sesuai dengan sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Ciamis.
“Makanya, pengembangan pembangunan ekonomi yang kami bidik lebih kepada potensi lokal yang sudah ada serta berkembang di Kabupaten Ciamis. Artinya, dalam strateginya kita tinggal memoles saja, agar potensi-potensi lokal tersebut dapat berkembang pesat hingga berdampak terhadap peningkatan perekonomian masyarakat,” ujarnya, kepada Koran HR, Senin (18/12/2017).
Berdasarkan keputusan Bupati Ciamis no 31 Tahun 2012 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Agropolitan Kabupaten Ciamis, lanjut Nugrahawati, ditetapkan 5 kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan. 5 kecamatan tersebut adalah Cihaurbeuti, Panumbangan, Sukamantri, Panjalu dan Lumbung.
“Untuk Kecamatan Cihaurbeuti pengembangan agropolitan yang dikembangkan, yakni peningkatan produksi beras dan kehutanan. Kecamatan Panumbangan fokus pada peningkatan pertanian jagung. Pengembangan di Kecamatan Sukamantri membidik pada peningkatan serta pengolahan hasil pertanian cabe rawit serta perkebunan teh dan kopi. Pengembangan di Kecamatan Panjalu pada usaha peternakan. Sementara di Kecamatan Lumbung fokus pada pengembangan usaha perikanan,” terangnya.
Saat digelar Fokus Grup Diskusi (FGD) Kabupaten Ciamis dalam membahas empat isu strategis pengembangan pembangunan perekonomian, kata Nugrahawati, muncul usulan penetapan kecamatan yang masuk dalam kawasan agropolitan agar ditinjau kembali untuk dilakukan perubahan. Hal itu menyusul keputusan Pansus DPRD Ciamis yang merekomendasikan agar kawasan hutan produksi yang berada di kaki Gunung Sawal atau tepatnya di wilayah Kecamatan Cihaurbeuti dan Panumbangan untuk dialihfungsikan menjadi hutan konservasi.
“Setelah hal itu mengemuka dalam FGD, kemudian muncul usulan dari beberapa element masyarakat agar kawasan agropolitan dalam pengembangan pertanian dan kehutanan diubah dari Kecamatan Cihaurbeuti dan Panumbangan ke Kacamatan Kawali dan Kecamatan Jatinegara. Mereka beralasan apabila kawasan hutan produksi di Gunung Sawal dialihfungsikan menjadi hutan konservasi, akan mengganggu program agropolitan yang sudah dicanangkan,” ujarnya.
Namun begitu, kata Nugrahawati, banyak juga element masyarakat yang tidak setuju dengan usulan tersebut. Menurutnya, kalau pun Kecamatan Kawali dan Kecamatan Jatinagara layak dikembangkan menjadi kawasan agropolitan, tidak perlu mengubah Kecamatan Cihaurbeuti dan Panumbangan yang sebelumnya sudah ditetapkan. Tetapi, tinggal ditambah saja jumlah kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan.
“Jadi, kalaupun kawasan hutan produksi di Gunung Sawal dialihfungsikan menjadi kawasan konservasi, tidak harus menghentikan program agropolitan di dua kecamatan tersebut. Karena konsep agropolitan juga bisa disinergikan dengan konsep hutan konservasi. Sementara konsep agropolitan yang tidak sinergi dengan program konservasi, bisa dipindahkan ke wilayah kecamatan lain. Artinya, tidak ada kecamatan yang dihapus dari kawasan agropolitan, tetapi lebih baik jumlah kecamatannya ditambah,” ujarnya.
Sementara dalam pengembangan destinasi wisata, Nugrahawati mengatakan, pihaknya kini tengah membidik beberapa objek wisata untuk dikembangkan menjadi destinasi unggulan. Hal itu mengingat setelah wilayah Pangandaran menjadi daerah otonom baru, Kabupaten Ciamis belum memiliki lagi destinasi wisata unggulan atau menjadi icon parawisata yang dikenal secara luas.
Dengan begitu, kata Nugrahawati, menciptakan objek wisata berkualitas dalam rangka pengembangan destinasi wisata unggulan merupakan skala prioritas. Sebelumnya, kata dia, pihaknya bersama tim konsultan sudah melakukan kajian dari sisi potensi ekonomis terkait kelayakan beberapa objek wisata di Kabupaten Ciamis yang layak dikembangkan menjadi destinasi unggulan.
“Dari hasil kajian tersebut, ada beberapa objek wisata yang dinyatakan layak, salah satunya objek wisata Situ Wangi di Kecamatan Kawali. Dan kami bersama Dinas Parawisata tinggal membuat strategi dalam pengembangannya,” ujarnya.
Menurut Nugrahawati, dalam pengembangan destinasi wisata, tak hanya dari sisi kelayakan saja yang dibahas, tetapi soal komitmen dengan pemerintahan desa setempat pun harus dibuat sebuah kesepakatan. Pasalnya, kata dia, ada beberapa objek wisata dalam pengelolaannya yang masih dikuasai oleh pemerintahan desa.
“Artinya, kalau mau dikelola oleh Pemkab Ciamis, harus ada pelepasan pengelolaan dari pemerintah desa. Kalau mau dilepas, oke kita ambilalih dan kemudian dibuat strategi pengembangannya. Jadi, soal kesepakatan dengan pemerintah desa harus dibuat dari awal. Hal itu agar tidak menjadi permasalahan saat pengembangan objek wisata sudah berjalan. Seperti objek wisata Situ Wangi, misalnya, pemerintah desa-nya sudah bersedia untuk melepas dan diambilalih pengelolaannya oleh Pemkab Ciamis,” terangnya.
Sedangkan dalam pengembangan kawasan industri, Nugrahawati mengatakan, pihaknya kini tengah membuat konsep sentra industri. Selama ini, kata dia, Ciamis belum memiliki kawasan yang ditetapkan sebagai sentra industri. Padahal, menurutnya, di Kabupaten Ciamis banyak produk-produk industri dari usaha kecil dan menengah yang eksistensi dan popularitasnya sudah dikenal hingga ke luar daerah.
“Seperti contoh saja produk industri makanan. Ciamis memiliki produk tahu bulat yang pasarnya sudah merambah ke berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, ada juga industri makanan ringan di Cikoneng dan industri makanan khas tradisional seperti sale dan ranginang produk Ciamis yang sudah terkenal ke berbagai daerah,” ujarnya.
“Kebetulan juga produk-produk makanan tersebut pabriknya berada di sebuah kawasan suatu daerah. Kalau dibuat kawasan sentra industri UKM, misalnya, tentu akan lebih menggeliat dan memberi dampak ekonomi terhadap kemajuan usaha-usaha tersebut,” katanya.
Untuk penetapan sentra industri di Kabupaten Ciamis, kata dia, lebih baik membidik usaha-usaha yang sudah ada dan berjalan sejak lama. Hal itu agar dalam pembentukannya tinggal mengkoordinasikan dan tidak perlu menciptakan usaha-usaha baru saat mendirikan sentra industri.
“Dalam konsep kami, usaha tahu bulat dan makanan ringan cocok untuk dibuat kawasan sentra industri. Selain dua usaha itu sudah berjalan sejak lama dan produknya sudah dikenal ke berbagai daerah, juga pabriknya berada di suata daerah yang saling berdekatan,”
“Seperti makanan ringan kan pabriknya banyak berdiri di Kecamatan Cikoneng. Sementara pabrik tahu bulat banyak berdiri di Kecamatan Baregbeg dan Cipaku. Jadi, kalau dibuat sentra industri makanan ringan di Cikoneng, misalnya, tinggal mengkoordinasikan saja dan membuat konsep yang bagus dalam pengembangannya,” terangnya.
Nugrahawati menjelaskan, setelah konsep dan strategi pengembangan agropolitan, pengembangan destinasi wisata dan pengembangan industri sudah disepakati, kemudian langkah selanjutnya memasukan strategi pengembangan investasi ke dalam tiga konsep tersebut. “Jadi, bidikan pengembangan investasinya harus pada tiga konsep tadi, yakni agropolitan, destinasi wisata dan industri,” terangnya.
Yang dibutuhkan dari pengembangan investasi, lanjut Nugrahawati, yakni dalam hal suntikan permodalan serta jaringan pemasaran guna mendorong tiga potensi tersebut lebih menggeliat. Seperti contoh, pada konsep agropolitan di Sukamantri yang mengembangkan potensi pertanian dan perkebunan. Dalam konsep tersebut, tidak hanya meningkatkan hasil pertanian cabe, kopi dan teh saja, tetapi harus juga membuat konsep pengolahan hasil pertanian menjadi sebuah produk.
“Seperti pengolahan cabe menjadi produk saus bawang, misalnya, bisa diciptakan di Sukamantri. Untuk mendorong hal itu bisa terwujud, tak hanya peran pemerintah daerah saja, tetapi harus masuk juga investor untuk menyokong permodalan dan membantu pemasaran produknya,” ujarnya.
Contoh lainnya, kata Nugrahawati, pada pengembangan industri. Apabila sudah dibuat sentra industri tahu bulat dan sentra industri makanan ringan di Kabupaten Ciamis, tambah dia, bisa memudahkan investor datang untuk ikut bekerjasama menanamkan modal dan membantu jaringan pemasarannya.
“Kalau sudah dibuat sentra industri tentu akan mudah untuk mengkoordinasikannya. Misalkan, investor butuh kepastian pasokan produk untuk perbulannya, kalau sudah tersentra dalam satu koordinasi, bisa meminta target pemenuhan produk kepada masing-masing pemilik UKM-nya. Dengan begitu, usaha saling menguntungkan bisa tercipta antara pemilik UKM dengan investor,” terangnya.
Dalam pengembangan destinasi wisata pun, kata Nugrahawati, perlu sokongan investor. Karena, menurutnya, apabila belajar dari kabupaten/kota lain, banyak objek wisata yang dikerjasamakan dengan pihak swasta dalam pengelolaannya berhasil.
“Karena dalam pengembangan objek wisata yang berkualitas butuh dana yang tidak sedikit, terutama dalam pembangunan infrastrukturnya. Kalau dananya mengandalkan APBD, tentu tidak akan mampu. Maka dalam hal ini perlu adanya kerjasama dengan pihak swasta, terutama butuh dalam sokongan dana,” ujarnya.
Nugrawati mengatakan, dengan terarahnya perencanaan dalam pengembangan pembangunan perekonomian di Kabupaten Ciamis, diharapkan dalam pelaksanaannya dapat terealisasi dengan baik dan dampak perubahan ekonominya bisa terasa oleh masyarakat. (Harapan Rakyat)
Baca juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar